MENGUAK DAPUR PENERBIT MAYOR
PELATIHAN BELAJAR MENULIS PGRI
Resume : 20
Tema : Menguak Dapur Penulis Mayor
Hari/Tanggal : Jumat, 1 Juli 2022
Pukul : 19.00-21.00 Wib
Gelombang : 25
Nara Sumber : Edi S Mulyanta
Moderator : Rosminiyati
Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia
penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam
yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia.
Ditambah serta diperparah lagi dengan pandemi Covid yang
menambah luluh lantaknya industri penerbitan di Indonesia
Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan
undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat
dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia.
Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan
Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke
depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang no 3 th 2017 tentang sistem
perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media
digital yang telah diberikan keleluasaan untuk secara bertahan menggantikan
dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no 22 yang
keluar pada tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan
arah ke dunia digital di penerbitan.
Dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi
penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan.
Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk
mengubah haluan visi misi mereka ke arah
yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat
dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit
yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi
intensitas terbitan bukunya, akhirnya
berimbas pula ke jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau
omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang
mementingkan UUD (Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan
bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit
akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.
Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri
penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru
marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas dibatasi, sehingga banyak
yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH)
Penerbit tidak kekurangan naskah selama
pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka
penjualan yang turun hingga 90%, dimana toko buku sebagai outlet utama banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan juga
melakukan proses belajar mengajar secara daring.
Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak
penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum.
Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh
digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap
memertahankan lini bisnis bukunya. Titik balik (rebound) pasar buku yang lesu tampaknya sudah mulai
terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga beberapa penerbit yang terlanjur
mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh penerbit yang masih konsisten
memertahankan produksi bukunya.
Data-data pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku
dengan tema yang khas ternyata masih sangat baik di pasar. Nah para penerbit
saat ini sedang gencar untuk tetap mempertahankan lini bisnis, yang memang
telah teruji oleh perubahan jaman. Hal ini memang membutuhkan dana yang luar
biasa besa untuk mencoba menggali lebih dalam pasar-pasar buku yang tidak
tergoyahkan dengan perkembangan teknologi yang begitu gencar. Di dalam dunia
Start-up dikenal dengan strategi bakar uang, nah di penerbit-penerbit masih
mencoba untuk melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di
pasar.
Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan
kurikulum baru Merdeka Belajar
Bapak ibu tentunya mempunyai pengalaman tentang hal ini,
bisa dicoba ditawarkan ke penerbit. Peluang untuk terbit cukup menarik dengan
tema kurikulum yang baru.
Penerbit-penerbit mayor mempunyai idealisme masing-masing,
sehingga perlu bapak-ibu perhitungkan jika mengusulkan usulan buku ke
penerbit-penerbit tersebut.
Toko buku saat ini sudah mulai kembali menggeliat, peluang
terbit di lini toko buku memang cukup berbeda dengan lini sekolah maupun
kampus.
Tema buku yang menjadi andalan Toko Buku saat ini adalah
tema buku non teks, seperti buku Anak, Buku Motivasi dan Agama, Fiksi, hingga buku Masak yang
masih nangkrin di 10 besar data buku terlaris di setiap toko buku di Indonesia.
Yang menjadi permasalahan klise di dunia penerbitan adalah
masalah modal beserta pembiayaan produksi buku yang cukup besar nulainya dalam
sebuah proyek terbitan satu judul buku.
Konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku, adalah
penerbitnya yang membiayai. Nah karena banyak tulisan yang tidak sesuai dengan
misi dan visi penerbit akhirnya tidak dapat terbit. Karena banyaknya buku yang
ditolak penerbit, akhirnya penerbit memberikan skema lain dalam penerbitannya.
Misalnya dibiayai oleh penulisnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR
Perusahaan, Dana Penelitian Daerah, Dana Sekolah dll.
penerbitan Indi, sempat marak saat pandemi, dengan
pembiayaan dari penulis akhirnya sebuah naskah dapat diterbitkan.
Maraknya penerbitan indi ini ternyata memicu permasalahan
yang lain yang belum pernah terjadi selama saya berkarier di dunia penerbitan
yaitu menjadi langkanya nomor ISBN di perpustakaan nasional.
Geger ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia
menjadi sorotan dunia. Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia
menjadikan nomor ISBN pun tidak kuasa menerima energinya. Apakah benar begitu?
Ternyata ada anomali yang tidak wajar terjadi didunia perbukuan di Indonesia.
Wadah ISBN yang biasanya tersedia dengan mudah untuk mendapatkannya, saat ini
menjadi nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Mengapa bisa
demikian, hal ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar
angka kredit semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke
masyarakat seperti amanat undang-undang perbukuan 2017.
Apakah manfaat ISBN tersebut? ini saya ambil dari presentasi perpustakaan nasional tentang fungsi ISBN
Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada
dasarnya bukan karena kesalahan ekosistem penerbitan
Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk
kembali sesuai dengan Undang-undang perbukuan 2017, dimana terbitan buku harus
tersebar luas di masyarakat.
Perpustakaan nasional akhirnya memberikan kebijakan baru
untuk membuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN
Internasional.
ini adalah struktur utama ISBN, pada publication element
menunjukkan jumlah produksi buku yang telah diterbitkan untuk mengetahu jumlah
rata-rata produksi buku sebuah penerbit
Semoga dengan kebijakan ini, semangat menulis bapak-ibu
masih tetap terjaga. Buku adalah sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan
ke masyarakat untuk meningkatkan literasi di segala bidang.
Nah buku apa yang dapat bapak ibu tulis, sebaiknya bapak ibu mengikuti aturan pemerintah yang paling baru.
Tulislah sesuai dengan kompetensi serta minat bapak ibu
sekalian
Buku dengan Omzet
terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh
sekolah di Indonesia.
Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup
ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang
misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap.
Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunya pasar yang
lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil
buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek
pemerintah.
Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah
di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.
Penerbit mayor mempunya saluran pemasaran yang cukup banyak,
atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di
saat yang sulit.
Nah bapak ibu sebagai calon penulis dapat mencoba menawarkan
semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar
buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur
melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di
Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi.
Ini kesempatan bagi bapak ibu untuk tetap semangat menulis
karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi
andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya.
Kesimpulan
Penerbit adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai
idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat
mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh
pembacanya. Kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide Anda dapat ditangkap
penerbit dan disebarluaskan ke pembaca.
Komentar
Posting Komentar